sesamamudengan cara batal, melainkan dengan cara perdagangan (jual beli) yang rela merelakan di antara sesamamuโ€›. salam (pesanan). Salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), pada atau menjual barang dengan s}aman secara mutlaq, seperti dirham, dolar atau rupiah. 3. Baโ€™i al-sharf, yaitu menjualbelikan s}aman (alat
Ada seorang individu yang membutuhkan uang. Ia tidak berani berutang kepada orang lain disebabkan kebutuhannya kali ini jumlahnya besar. Sebut saja misalnya Rp200 juta. Sementara mau utang ke bank, ia takut bunga bank karena dalam keyakinannya bunga bank itu riba. Lalu ia berpikir, apa solusinya? Selintas sulit dibenaknya untuk memecahkan jawabannya. Kemudian ia menghubungi saudaranya agar sudi kiranya membeli rumah yang dimilikinya. Terjadilah permufakatan, bahwa rumah tersebut dibeli. Harganya pas 200 juta. Kemudian terjadilah dialog, mengapa rumah tersebut dijual? Setelah ditelusuri, si saudara ini ternyata baru tahu bahwa akar masalahnya adalah kebutuhan dana yang tidak bisa ditunda. Pinjam ke bank tidak berani karena takut bunga. Pinjam ke dirinya, juga tidak berani lantaran jumlahnya besar. Mau dibatalkan akad jual belinya juga tidak enak karena akad jual beli sudah terlanjur si saudara ini memberi solusi, bahwa rumah tersebut akan dijualnya kembali kepada pemilik pertama, karena bagaimanapun itu adalah saudaranya sendiri. Tapi pemilik pertama tidak mau karena jumlah uangnya itu besar dan ia butuh dana itu dalam bentuk cash. Antara kebutuhan dan rasa tidak enak, lalu terbitlah solusi, bahwa rumah tersebut akan dijual secara kredit kepadanya. Selisih cash dan kredit disepakati sebesar Rp25 juta yang akan dilunasi selama 2 tahun. Tercapailah kesepakatan deal antara keduanya. Yang jadi masalah pokok antara kedua orang tersebut, adalah bahwaKejadian peralihan antara menjual dan membeli tadi terjadi dalam hari yang samaKejadian akad jual beli yang kedua terjadi setelah tahu akar masalahnyaApakah akad kedua ini bisa disebut sebagai hilah rekayasa menghindari riba yang diharamkan?Tidak diragukan lagi bahwa akad jual beli di atas adalah masuk kategori akad bai'ul 'inah. Abu 'Ubaid Ahmad ibn Muhammad al-Harawy menjelaskan bahwasanyaุงู„ุนูŠู†ุฉ ู‡ูˆ ุฃู† ูŠุจูŠุน ุงู„ุฑุฌู„ ู…ู† ุฑุฌู„ ุณู„ุนุฉ ุจุซู…ู† ู…ุนู„ูˆู… ุฅู„ู‰ ุฃุฌู„ ู…ุณู…ู‰ ุซู… ูŠุดุชุฑูŠู‡ุง ู…ู†ู‡ ุจุฃู‚ู„ ู…ู† ุงู„ุซู…ู† ุงู„ุฐูŠ ุจุงุนู‡ุง ุจู‡ ู‚ุงู„ ูˆุฅู† ุงุดุชุฑู‰ ุจุญุถุฑุฉ ุทุงู„ุจ ุงู„ุนูŠู†ุฉ ุณู„ุนุฉ ู…ู† ุขุฎุฑ ุจุซู…ู† ู…ุนู„ูˆู… ูˆู‚ุจุถู‡ุง ุซู… ุจุงุนู‡ุง ู…ู† ุทุงู„ุจ ุงู„ุนูŠู†ุฉ ุจุซู…ู† ุฃูƒุซุฑ ู…ู…ุง ุงุดุชุฑุงู‡ ุฅู„ู‰ ุฃุฌู„ ู…ุณู…ู‰ ุซู… ุจุงุนู‡ุง ุงู„ู…ุดุชุฑูŠ ู…ู† ุงู„ุจุงุฆุน ุงู„ุฃูˆู„ ุจุงู„ู†ู‚ุฏ ุจุฃู‚ู„ ู…ู† ุงู„ุซู…ู† ูู‡ุฐู‡ ุฃูŠุถุง ุนูŠู†ุฉ ูˆู‡ูŠ ุฃู‡ูˆู† ู…ู† ุงู„ุฃูˆู„ู‰ ูˆู‡ูˆ ุฌุงุฆุฒ ุนู†ุฏ ุจุนุถู‡ู… Artinya "Al-'Inah merupakan transaksi jual beli suatu barang oleh pihak pertama penjual dengan pihak kedua pembeli dengan harga yang diketahui sampai suatu tempo yang telah ditentukan kemudian pihak pertama membeli kembali barang tersebut dengan harga yang lebih sedikit dibanding ketika menjualnya, dengan harga yang diketahui juga. Disampaikan juga bahwa bai'u al-inah adalah jika seorang thalibu al-'รฎnah meminta orang lain membeli suatu barang darinya dengan harga yang maklum, lalu diserahkannya barang tersebut, kemudian meminta agar pembeli menjual kembali barang ke dia dengan harga yang lebih tinggi dibanding saat dia membeli darinya, dengan tempo yang disebutkan disepakati. Lalu pembeli melakukan apa yang diperintahkannya dengan menjual barang tersebut ke penjual pertama dengan harga yang lebih sedikit dari saat dia membelinya. Hal sebagaimana disebutkan terakhir ini juga termasuk akad 'รฎnah, meskipun kelihatannya lebih ringan dari akad yang pertama. Dan hal semacam ini adalah boleh menurut sebagian ulama'." Al-Nawawy, al-Majmu' Syarah Al-Muhadลบab, Jedah Maktabah al-Irsyรขd, tt. Juz 10/143 Ada dua model bai'u al-'inah dalam keterangan di atas, yaitu 1. Jual beli 'inah dengan inisiatif pemilik harta shahibu al-tsaman, dan 2. Jual beli 'inah dengan inisiatif pemilik barang shahibu al-sil'ahBai' 'inah dengan inisiator shahibu al-tsaman biasanya dipraktikkan dalam produk pembiayaan, sementara orang yang mencari pembiayaan kredit tidak memiliki barang apapun yang bisa dijadikan jaminan. Lain halnya dengan yang kedua, meskipun juga diterapkan pada produk pembiayaan yang sama. Pada bank konvensional, akad ini umumnya diterapkan pada produk kredit dengan agunan. Anda pernah pinjam uang di bank konvensional dengan agunan bukan? Nah, pola itu berubah jadi akad bai'u al-'รฎnah pada bank syariah, tentunya dengan basis akad jual kontroversi dalam praktik bai'u al-'รฎnah ini. Dari keempat mazhab besar yang masyhur, hanya Imam Syafii dan ulama Syafi'iyah yang menyatakan bahwa praktik tersebut adalah boleh. Tiga mazhab lainnya menghukumi tidak boleh dengan alasan bahwa praktik tersebut hanyalah berusaha menghindar dari praktik riba utang riba qardly. Hakikatnya pelaku hendak mencari pinjaman dan berusaha melepaskan diri dari jebakan pasal ูƒู„ ู‚ุฑุถ ุฌุฑู‰ ู†ูุนุง ู„ู„ู…ู‚ุฑุถ ูู‡ูˆ ุฑุจุง segala utang piutang yang mensyaratkan manfaat bagi pihak yang memberi utang, adalah riba, oleh karena itu ia bersiasat dengan wasilah jual beli 'inah ini. Dasar dalil yang dipergunakan tiga kelompok mazhab di atas adalah hadits Nabi SAW. ุฅูุฐูŽุง ุชูŽุจูŽุงูŠูŽุนู’ุชูู…ู’ ุจูุงู„ู’ุนููŠู’ู†ูŽุฉู ูˆูŽุฃูŽุฎูŽุฐู’ุชูู…ู’ ุฃูŽุฐู’ู†ูŽุงุจูŽ ุงู„ู’ุจูŽู‚ูŽุฑู ูˆูŽุฑูŽุถููŠู’ุชูู…ู’ ุจูุงู„ุฒู‘ูŽุฑู’ุนู ูˆูŽุชูŽุฑูŽูƒู’ุชูู€ู…ู ุงู„ู’ุฌูู‡ูŽุงุฏูŽ ุณูŽู„ู‘ูŽุทูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ุฐูู„ุงู‘ู‹ ู„ุงูŽูŠูŽู†ู’ุฒูุนูู‡ู ุดูŽูŠู’ุฆูŒ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุชูŽุฑู’ุฌูุนููˆุงู’ ุฅูู„ูŽู‰ ุฏููŠู’ู†ููƒูู…ู’Artinya โ€œApabila kalian melakukan jual beli dengan cara inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.โ€ HR. Abu Dawud dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma.Lalu pertanyaannya, adalah mengapa justru Imam Syafii radliyallรขhu 'anhu dan pengikut mazhabnya justru membolehkan bai' 'รฎnah? Apakah mereka tidak tahu akan hadits tersebut? Pertanyaan ini dijawab oleh Syeikh Yahya Syaraf al Nawร wy rahimahullah Bahwa dalam pandangan Imam al-Syafii, hadits/atsar yang dipegang oleh Abu Hanifah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud tersebut perlu ditafshil. Titik tekan pendapat Imam Abu Hanifah adalah larangan jual beli secara tangguh. 'Inah yang dilarang dalam pendapat Abu Hanifah adalah yang diawali dengan jual beli tangguh dan tidak disebutkan sampai kapan waktu jatuh temponya. Itu pula yang melatarbelakangi mengapa Imam Malik dan Imam Ahmad Ibn Hanbal juga melakukan pelarangan yang sama dan menganggapnya sebagai akad yang rusak. Kedua imam mazhab yang terakhir mendasarkan diri pada upaya mencegah terjadinya perselisihan akibat praktik jual beli tangguh tersebut bai' bi al-ajal. Jadi, dalam hal ini mereka berdua memakai peran saddu al-dzarรฎ'ah. Al-Zuhaili, al-Mu'amalatu al-Mรขliyah al-Mu'รขshirah, Beirut Dรขr al-Fikr, 2007 45.Dalam pandangan al-Syafii, atsar sahabat di atas justru bertentangan dengan ayat tentang dihalalkannya jual beli QS. Al-Baqarah 275. Keraguan Imam Syafii muncul terhadap dhahir teks yang berisi celaan terhadap praktik 'inah, apakah celaan itu murni karena larangan adanya dua harga yang berbeda dalam satu sil'ah barang, ataukah karena dua harga yang berbeda dalam satu akad jual beli cash dan kredit. Menurutnya, 'inah yang dilarang itu adalah manakala dalam satu barang itu dijual dengan tanpa disertai kejelasan harga dan kejelasan pilihan akad. Jadi, celaan itu bukan sebab semata karena jual beli kredit dan dilanjut dengan jual beli tangguh yang dilaksanakan dalam satu waktu. Al-Syafii, al-Umm, Beirut Dรขr al-Ma'rifah, 1990 Juz 3, halaman 79.Ingat bahwa dalam pandangan mazhab Syafii, jual beli yang diperbolehkan pada dasarnya ada dua bentuk, yaituJual beli yang mana kedua barang yang hendak dipertukarkan oleh kedua pihak yang bertransaksi sama-sama di bawa ke majelis beli yang mana salah satu barang tidak dibawa oleh kedua pihak yang bertransaksi. Contoh praktik dari model transaksi yang kedua ini adalah penerapan akad salam dan jual beli tangguh. Namun, untuk yang kedua ini, syarat yang wajib dipenuhi adalah harus jelas waktunya kapan barang yang belum diserahkan itu akan diterimakan ke lawan transaksi. Ketidakjelasan inilah yang merupakan akar masalah bagi tidak sahnya akad. Al-Syafii, al-Umm, Beirut Dรขr al-Ma'rifah, 1990 Juz 3, halaman 3Berdasarkan batasan ini, di dalam 'inah, menurut mazhab Syafii, masing-masing akad jual beli itu dilakukan secara sah. Baik jual beli secara cashnya, maupun jual beli secara kreditnya. Jika keduanya sah, lantas mengapa harus berubah hukumnya menjadi diharamkan? Adapun dalam mazhab Hanafi, jual beli tangguh memang dinyatakan sebagai tidak boleh disebabkan laba yang merupakan selisih antara kredit dan cash dipandang sebagai riba. Hal ini berbeda dengan konsepsi dasar mazhab Syafii, yang mana konsep dasar riba pada jual beli tangguh adalah selagi tidak mengikut kaidah ุงู„ุฑุจุญ ู…ุงู„ู… ูŠุถู…ู† laba yang tidak bisa dijamin saat transaksi. Pertanyaannya, bagaimana laba itu dijamin dalam mazhab Syafii? Dengan mencermati konsep bai' salam, sahnya akad adalah manakala diketahui kapan waktu penyerahan barang yang tidak dibawa. Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam riba, maka harus ditentukan waktunya, kapan barang/harga diserahkan. Dalam praktik 'inah dewasa ini, akad 'inah di atas termasuk yang lazim. Waktu penyerahan barang/harga sudah ditentukan di muka dan di awal transaksi. Sebagaimana contoh yang sudah disampaikan di atas, bahwa waktu akhir penyerahan adalah 2 tahun. Andaikan tidak ada ketetapan waktu ini, maka kedua mazhab sepakat bahwa transaksi bai' bi al ajal jual beli tangguh adalah tidak sah. Jika jual beli tangguh tidak sah, maka akad yang mengiringi berikutnya juga tidak sah pula. Itulah sebabnya dalam atsar di atas disampaikan celaan itu. Walhasil, bai 'inah yang dicela dalam atsar adalah karena praktik jual beli tangguh yang tidak diketahui batasan waktu akhir penyerahan barang/harga. Jadi, celaan itu bukan sebab memang terlarangnya 'inah yang disertai jual beli tangguh yang disertai batasan waktu penyerahan. Pertanyaan berikutnya adalah apakah itu bukan hanya sekedar rekayasa sistemik saja agar terhindar dari riba? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada yang perlu diingat bahwa secara dhahir nash bunyi eksplisit teks, baik jual beli kredit maupun jual beli secara cash, keduanya adalah boleh bila berdiri secara terpisah. Saya membeli barang dari A seharga 100 ribu rupiah secara cash. Jual beli saya ini adalah sah. Kemudian hari itu juga, saya menjual barang tersebut ke orang lain secara kredit dengan jangka waktu pelunasan selama 1 tahun, dengan harga 200 juta rupiah. Apakah sah? Jawabnya adalah sah. Mengapa? Karena jelas waktu pelunasannya. Bagaimana jika barang itu saya jual kembali ke penjual pertama juga secara kredit, di hari itu juga, dengan ketetapan waktu pelunasan selama 2 tahun? Sahkah? Jawabnya adalah sah juga. Alasannya, karena barang yang saya jual sudah menjadi milik saya. Mau saya jual ke siapapun dan kapan pun, barang itu adalah hak saya. Jadi tidak diragukan lagi bahwa jual beli dengan model seperti ini adalah boleh. Lantas bagaimana bila disediakan alurnya dan sistemnya? Saya akan beli barang A secara cash dari anda, tapi dengan kesediaan bahwa anda harus membelinya lagi dari saya secara kredit. Atau sebaliknya, anda harus beli barang A dari saya dengan harga sekian, tapi dengan kesediaan anda harus menjualnya lagi ke saya secara cash dengan harga sekian lebih rendah dari harga beli. Bolehkah akad seperti ini? Nah, dalam wilayah ini justru malah mazhab Hanafi menyebutnya sebagai sah. Nama akadnya adalah bai' 'uhdah atau akad sende. Mazhab Syafii justru menghukuminya sebagai makruh. Syeikh Abdullah Ba'alawi dalam kitab Bughyatu al-Mustarsyidin menjelaskan bahwa ุจูŽูŠู’ุนู ุงู’ู„ุนูู‡ู’ุฏูŽุฉู ุงู’ู„ู…ูŽุนู’ุฑููˆู’ูู ุตูŽุญููŠู’ุญูŒ ุฌูŽุงุฆูุฒูŒ ูˆูŽุชูŽุซูŽุจูŽุชู’ ุจูู‡ู ุงู„ู’ุญูุฌู‘ูŽุฉู ุดูŽุฑู’ุนู‹ุง ูˆูŽุนูุฑู’ูู‹ุง ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูŽูˆู’ู„ู ุงู’ู„ู‚ูŽุงุฆูู„ููŠู’ู†ูŽ ุจูู‡ู ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุฌูŽุฑูŽู‰ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุงู’ู„ุนูŽู…ูŽู„ู ููู‰ ุบูŽุงู„ูุจู ุฌูู‡ูŽุงุชู ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ููŠู’ู†ูŽ ู…ูู†ู’ ุฒูŽู…ูŽู†ู ู‚ูŽุฏููŠู’ู…ู ูˆูŽุญูŽูƒูŽู…ูŽุชู’ ุจูู…ูู‚ู’ุชูŽุถูŽุงู‡ู ุงู„ู’ุญููƒู‘ูŽุงู…ู ูˆูŽุงูŽู‚ูŽุฑู‘ูŽู‡ู ู…ูŽู†ู’ ูŠูŽู‚ููˆู’ู„ู ุจูู‡ู ู…ูู†ู’ ุนูู„ูŽู…ูŽุงุกู ุงู’ู„ุฅูุณู’ู„ุงูŽู…ู ู…ูŽุนูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ู’ ู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจู ุงู„ุดู‘ูŽุงููุนูู‰ู‘ู ูˆูŽุงูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงูุฎู’ุชูŽุงุฑูŽู‡ู ู…ูŽู†ู’ ุงูุฎู’ุชูŽุงุฑูŽู‡ู ูˆูŽู„ูููู‚ู’ู‡ู ู…ูู†ู’ ู…ูŽุฐูŽุงู‡ูุจ ู„ูู„ุถู‘ูŽุฑููˆู’ุฑูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูŽุงุณู‘ูŽุฉู ุงูู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽู…ูŽุนูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ููŽุงู’ู„ุฅูุฎู’ุชูู„ุงูŽูู ููู‰ ุตูุญู‘ูŽุชูู‡ู ู…ูู†ู’ ุฃูŽุตู’ู„ูู‡ู ูˆูŽููู‰ ุงู„ุชู‘ูŽูู’ุฑููŠู’ุนู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ู„ุงูŽูŠูŽุฎู’ููŽู‰ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽู†ู’ ู„ูŽู‡ู ุฅูู„ู’ู…ูŽุงู…ูŒ ุจูุงู’ู„ููู‚ู’ู‡ูArtinya โ€œJual beli bertempo yang sudah terkenal itu hukumnya adalah sah dan boleh. Ini sudah bisa dijadikan ketetapan hujjah secara syaraโ€™ maupun secara urfi. Pendapat yang mengatakan kebolehan transaksi ini sudah berlangsung di banyak daerah kaum muslimin sejak zaman dulu dan sudah dinyatakan sebagai keputusan para ahli hukum dan diakui oleh mayoritas ulama. Pada dasarnya, persoalan ini bersumber dari bukan kalangan mazhab Syafiโ€™i. Namun, pilihan hukum kebolehan transaksi oleh pengkaji fiqih dari beberapa mazhab, adalah bertemu berdasar cara pandang sifat dlarurat akad dan mendesak. Oleh karena itu, perbedaan dalam sah atau tidaknya akad berdasar dalil asalnya, dan berdasar pemerinciannya, adalah bukan sesuatu yang mengkhawatirkan di kalangan orang yang sudah menguasai ilmu fiqih.โ€ Abdullah Ba'lawi, Bughyatu al-Mustarsyidin, Beirut Dรขr al-Fikr, tt., 133Sampai di sini sepakat bukan, atas kebolehan bai'u al-inah bila jual beli tangguh yang disertakan di dalamnya disertai waktu penyerahan yang jelas di antara kedua barangnya? Jika bai' al-inah hukumnya dilarang karena dianggap sebagai rekayasa lantas mengapa bai' 'uhdah justru dibolehkan, padahal jelas di akad terakhir harus ada syarat bahwa pembeli harus menjual kembali barangnya kepada penjual pertama ketika masa tertentu? Justru syarat ini yang dipandang oleh kalangan Syafiiyah sebagai yang tidak diperbolehkan disebabkan akad tersebut membatalkan status kepemilikan yang harus ihtiyaz menguasai sepenuhnya terhadap hak milik yang sudah dibelinya. Pengkaji rasa bahwa faktor yang menyebabkan kebolehan sistematisasi itu tidak lepas dari faktor darurat sebagaimana disebutkan Syeikh Abdullah Ba'alawi di atas. Untuk itu perlu kita mencermatinya. Wallahu a'lam bish shawab. Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syarรฎ'ah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Arinimembuka toko dan menjual barang kena pajak. Ia membeli suatu barang secara tunai seharga Rp. 2.300.000 dengan faktur Pajak Masukan sebesar Rp. 230.000. Ia menjual pakaiannya seharga 2.600.000. Lalu berapa Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan Arini pada pembeli pakaiannya? PPN Dipungut = Dasar Pengenaan Pajak (DPP) x Tarif NilaiJawabanSoal/Petunjuk KREDIT Cara menjual dengan pembayaran tidak tunai PENJUALAN 1 proses, cara, perbuatan menjual ~ barang-barang kebutuhan pokok; 2 tempat menjual MENGETENGKAN ...ceran toko koperasi harus ~ barang-barang yang langka kpd anggotanya secara merata; ketengan cara penjualan atau pembelian sedikit-sedikit; eceran h... TUKANG ...ng; 3 orang yang pekerjaannya melakukan sesuatu secara tetap - pangkas cukur; 4 orang yang biasa suka melakukan sesuatu yang kurang baik - mab... TOKO Kedai berupa bangunan permanen tempat menjual barang-barang JINJING Salah satu cara membawa barang TENTENG Cara membawa barang BELI Cara mendapatkan suatu barang LABA Keuntungan dari menjual barang PENJUAL Orang yang menjual barang GERAI Kedai kecil, meja, dan sebagainya tempat menjual barang RESELLER Orang yang menjual barang disebut URUP-URUPAN Berdagang dengan cara menukar barang OBRAL Menjual barang secara besar-besaran dengan harga murah BERPALU-PALU Berdagang dengan cara tukar-menukar barang; berbarter; GROSIR Pedagang yang menjual barang dalam jumlah besar PIKUL Cara mengangkat barang yang ditaruh di bahu ELECTRONIC ... City ritel modern menjual barang-barang elektronik AGEN Penyalur yang menjual barang atas nama perusahaan SERET Salah satu cara membawa barang yang berat TUKAR ... tambah salah satu cara membeli barang baru MELELANG Menjual dengan cara lelang mereka telah ~ rumahnya; INDEN Pembelian barang dengan cara memesan dan membayar lebih dahulu COD Salah satu cara membayar atau membeli barang secara online HIPERMARKET Pasar swalayan yang sangat besar yang menjual berbagai barang
Seseorangtidak boleh menjual barang yang dia beli sampai dia menerimanya. Begitu juga, tidak boleh menjual daging dengan hewannya yang masih hidup. Boleh menjual emas dengan perak dalam nilai berbeda, asalkan dibayar tunai. Begitu juga dengan makanan. Tidak boleh menjual makanan dengan makanan sejenis kecuali jika sebanding dan dibayar tunai
Mengurangikapasitas produksi barang atau jasa, sehingga pendapatan secara langsung atau tidak langsung akan tergerus. 4. Gabungan keduanya. Sedangkan tindakan yang paling sering dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah piutang tidak tertagih dan lewat jatuh tempo adalah: 1. Secara intensif melakukan tindakan penagihan secara terus -menerus. 2 Tanggung jawab untuk Kualitas dan komposisi dan kehalusan. 2.1 Golden Lion tidak bertanggung jawab atas kualitas, komposisi dan kehalusan barang-barang perhiasan yang penawarkan dan penjualan oleh Gerai Cahaya, tanggung jawab dan kewajiban terletak pada nama Penjual/Produsen. 3. Penawaran dan Penerimaan Pesanan KelebihanKekurangan Gadai Mobil, Cara Cepat Mendapatkan Dana Tunai. July 10, 2019. Banyak cara untuk mendapatkan data tunai secara cepat. Salah satunya adalah dengan menggadaikan barang berharga yang dimiliki seperti gadai mobil, motor dan sertifikat rumah. Dengan cara ini diharapkan bisa mendapatkan uang tanpa harus menjual barang berharga
ContohFaktur Penjualan Tunai ini digunakan sebagai bukti sebuah transaksi. Faktur Penjualan dikenal dengan nama Sales Invoice. pengembalian barang dan layanan after sales lainya. Yha faktur ini bisa menjadi bukti resmi bahwa barang2 tersebut memang dibeli dari toko/penjual tersebut. โ€“ Barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan
XooBqsF.
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/221
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/394
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/310
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/377
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/370
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/296
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/53
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/162
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/344
  • cara menjual barang dengan tidak tunai