Spiritukhuwah yang hakiki yang telah diteladankan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada 622 Hijriah ini merupakan fenomena luhur yang diabadikan oleh Alquran, misalnya, dalam surah Al-Hasyr [59] ayat 9. Dengan haji ini mestinya kita konkretkan ukhuwah yang sejati. Boleh jadi dalam kebersamaan itu ada perbedaan, tetapi kita sebagai umat
OlehImam Shamsi Ali *Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyebutkan “Allah SWT menyempitkan bagiku bumi ini dan aku lihat ujung barat dan ujung timur. Dan pada kedua ujung itu saya melihat umatku”.Ungkapan baginda Rasul itu harusnya menjadi satu pembuktian nubuwah. Sesuatu yang diucapkan di abad ke 7, tapi di abad 21 saat ini menjadi sesuatu yang nyata di hadapan mata. Umat Rasul itu ada di mana-mana; timur dan barat, utara dan selatan bumi ini. Umatnya menjadi kominitas dunia yang paling universalitas umat itu dengan berbagai ragam perbedaan yang ada ternyata disatukan oleh satu titik atau akar. Kesatuan umat itu disatukan oleh akar imannya. Apapun keadaan akar iman itu selama masih hidup akan terikat oleh “wihdah imaniyah” atau kesatuan iman itu. Ukhuwah di mata AllahSalah seorang ahli fiqh di kalangan thobiin adalah Abu Idris Al-Khawalani. Beliau ini sekaligus menjadi Qadhi Damaskus ketika itu. Beliau menceritakan bahwa di saat-saat awal mencari ilmu di masa mudanya beliau pergi ke mesjid Damaskus yang terkenal. Di masjid ini masih ditemui beberapa sahabat yang masih sempet hidup dan dekat dengan Rasulullah menuturkan “ketika pertama kali saya masuk ke dalam masjid itu saya melihat seorang anak muda yang dikelilingi banyak orang, kata-katanya didengar dan sangat dihormati. Saya pun bertanya siapa gerangan anak muda itu. Salah seorang jamaah memberitahu bahwa anak muda itu adalah Abu Muadz bin pun bertekad bertemu dengannya dan menjabat tangannya. Keesokan harinya saya ingin datang ke masjid lebih awal untuk menunggunya. Namun begitu saya masuk, anak muda itu telah berada di mesjid untuk sholat tunggu hingga selesai sholat, lalu saya mendekat dan mengatakan “Saya mencintaimu karena Allah”. Muadz menarik saya dan bertanya “demi Allah engkau cinta saya”? Saya jawab “demi Allah saya cinta engkau”.Muadz kemudian memberitahukan kepadanya sebuah berita gembira dari Rasulullah SAW “ada sekolompok orang di hari Kiamat nanti, para syuhada, shiddiqin, bahkan para nabi sekalipun akan irihati kepada mereka. Mereka ada duduk di atas sebuah mimbar yang terbuat dari cahaya. Mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah”.Mendengarkan hadits itu langsung dari Muadz yang dikenal sebagai sahabat yang sangat ahli dalam ilmu fiqh, Abu Idris melompat kegirangan dan berlari keluar mesjid ingin memberi tahu kepada semua orang tentang hadits itu. Tiba-tiba dia ketemu lagi dengan sahabat lain berbama As-Somit Ibnu Obadah. Diapun dengan gembira menyampaikan apa yang baru didengarnya dari Muadz bin Jabal Ibnu Ubadah RA mengajaknya mendekat lalu mengatakan bahwa Rasulullah SAW meriwayatkan dari Allah hadits Qudsi mengatakan “menjadi kewajibanku, menjadi kewajibanku, menjadi kewajibanku untuk mencintai siapa yang saling mecintai karena Aku” kata Allah dalam hadits itu dari As-Somit Ibnu Ubadah, Abu Idris menjadi girang luar biasa. Dalam satu majlis dan masa beliau mendapatkan dua hadits yang sangat luar biasa dari dua sahabat nabi yang juga sangat luar biasa tentang keutamaan saling menyayangi karena Allah yang sangat solidIkatan ukhuwah itu adalah ikatan antar manusia yang paling solid. Soliditas ukhuwah itu karena memang dasarnya adalah iman yang terhunjam dalam hati ashluha tsabutun, tidak tergoyahkan oleh apapun selama masih tertanam. Yang akan mencabut ikatan ikhuwah itu hanya hanya satu. Di saat iman dari salah satunya juga telah tercabut. Hubungan. Itulah sebabnya Nuh AS ditegur oleh Allah karena sedih berlebihan, sekaigus berharap anaknya diselamatkan. Padahal iman telah tercabut dari hati sang Alquran kata ikhuwah disebutkan beberapa kali. Walaupun semua persaudaraan dikategorikan ukhuwah, termasuk ukhuwah damawiyah hubungan darah, ukhuwah qabaliyah hubungan etnis dan ras, bahkan juga ikhuwah wathoniyah dan basyariyah hubungan sesama negara dan sesama manusia. Akan tetapi kata “ukhuwah” memang lebih kental nuansa ikatan imaniyah atau Islamiyah ini sangat solid sehingga tidak terputus oleh kemarahan dan permusuhan apapun. Sekali lagi selama iman masing mengakar di hati bagaimana Allah menggambarkan kekuatan ukhuwah yang tidak tergoncang oleh kesalahan kemusiaan hubungan antara anak yatim dan orang tua asuhnya. Alquran menggaris bawahi bahwa anak yatim walaupun mereka kamu asuh, pelihara, dan bahkan ongkosi semua hidupnya jangan semena-mena. Mereka juga adalah saudaramu dalam agama fa ikhwanukum fid diin. Artinya perlakukan mereka dan harta miliknya bagaikan memperlakukan saudara di Surah Al-Hujurat Allah menggambarkan dua kelompok Muslim yang saling berperang. Allah mengingatkan agar mereka didamaikan ishlaah di antara mereka. Menakjubkan bahwa setelah itu Allah tetap menggunakan kata-kata “innamal mu’minuuna ikhwah” sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Walau mereka saling berperang, tapi kedua pihak masih memilki iman di dadanya, mereka tetap dikategorikan sebagai “ikhwah” bersaudara.Ketiga, pada ayat yang sama Allah menggambarkan bagaimana sikap sebagian Mukmin kepada sebagian yang lain. Salah satunya adanya kecenderungan membicarakan tentang sesama Muslim dari belakang. Walaupun pembicaraan itu benar, tapi dibicarakan ke orang lain untuk sekedar disebar luaskan maka itu adalah dosa besar. Dosa seperti ini dalam Alquran dikenal dengan dosa “ghibah” backbite. Allah menggambarkan dosa ini begitu sangat menjijikkan karena bagaikan memakan bangka daging bangkai saudara kita yang telah mati. Tapi yang menakjubkan lagi, Allah tetap memakai kata “apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati”?Keempat, sesuatu yang paling pedih dalam hidup seseorang adalah ketika anak, isteri/suami, atau seseorang yang sangat dicintainya dibunuh oleh seseorang. Penetapan hukum qishas dalam Islam sejalan dengan ruh keadilan bagi keluarga yang terbunuh. Tapi Islam tetap membuka pintu maaf. Dan jika kekuarga yang terbunuh memaafkan maka ada pengganti qishas yang disebut “diyat” penebus darah. Di sini juga mengagumkan Allah masih masih memakai kata “faman ufiya lahu min akhiihi fattibaa’un bil ma’ruf”. Kata akhihi masih melekat bahkan kepada pembunuh yang membunuh anak, ayah, atau isteri yang sangat dicintai kenapa begitu mudah ukhuwah bercerai berai saat ini? Bersambung.* Presiden Nusantara Foundation
Belikoleksi Kisah Sahabat Nabi Saw online lengkap edisi & harga terbaru May 2022 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%.
Oleh Prof HM Baharun Salah satu hikmah yang mendasar dari ibadah haji adalah persaudaraan atau ukhuwah. Ketika semua umat Islam berkumpul di Padang Arafah, jamaah yang datang dari segala penjuru dunia itu terdiri atas berbagai bangsa, warna kulit, dan status yang berbeda-beda. Namun, mereka melebur di satu tempat dengan kain yang rata-rata berwarna sama ihram putih untuk merenungi diri dengan doa-doa dalam kebersamaan. Berinteraksi satu dengan lainnya sembari bertukar informasi, saling berkomunikasi, dan bersilaturahim. Pada saat-saat tertentu, saling tolong-menolong menyelesaikan masalah untuk kepentingan bersama melaksanakan manasik bersama, shalat berjamaah, makan dan minum bersama, dengan tujuan yang sama pula. Labbaik Allahumma Labbaik, memenuhi undangan Allah sebagai tamu-Nya yang istimewa Dhuyufurrahman. Dalam suka dan duka perjalanan haji, beragam rintangan dan onak duri mungkin dialami setiap jamaah, yang dalam kebersamaan dan saling tolong-menolong sesamanya itu direspons dengan kesabaran. Suatu pemandangan alam mahsyar yang divisualisasikan dalam drama kolosal wukuf. Wukuf itu sendiri berarti berhenti sejenak untuk merefleksikan diri bersama jamaah haji yang lain. Inilah terasa puncak ritual haji. Kebersamaan dalam haji inilah momentum yang tepat untuk merajut persaudaraan universal ukhuwah Islamiah. Ukhuwah berasal dari kosakata akha – ya’khu – ukhuwwah. Kata ini dengan berbagai derivasinya banyak sekali terdapat di dalam Alquran, baik dalam arti saudara kandung maupun dalam arti saudara lain. Yang berkaitan dengan ukhuwah ini terdapat sekitar 80 ayat dalam berbagai surah. Pada Alquran surah Al-Hujurat [49] ayat 10, misalnya, dinyatakan bahwa antara sesama mukmin adalah ukhuwah kemudian dijelaskan oleh Rasul SAW dalam beberapa sabdanya, di antaranya dengan menggunakan analogi yang mudah dipahami, “Al-Mukmin li al-Mukmin ka al-Bunyan yasyuddu ba’dhuhu ba’dlan” Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya itu bagaikan beton bangunan yang saling menguatkan satu dengan lainnya.Rasulullah SAW telah meletakkan batu-bata ukhuwah ini dengan susah payah sejak pascahijrah ke Madinah. Para sahabat dipersaudarakan, antara Muhajirun dan Anshar. Di tengah Muhajirun dan Anshar sendiri, kemudian di antara individual para sahabat. Untuk mempererat persaudaraan yang hakiki, Nabi menikahi putri sahabat dan beliau pun menikahkan putri-putrinya dengan para sahabat dekat, baik dari Bani Hasyim suku Nabi SAW sendiri maupun Bani Umayah. Begitulah persaudaran ini terpelihara sampai pada masa ukhuwah yang hakiki yang telah diteladankan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada 622 Hijriah ini merupakan fenomena luhur yang diabadikan oleh Alquran, misalnya, dalam surah Al-Hasyr [59] ayat 9. Dengan haji ini mestinya kita konkretkan ukhuwah yang sejati. Boleh jadi dalam kebersamaan itu ada perbedaan, tetapi kita sebagai umat yang satu harus satu dalam keyakinan akidah. sumber Pusat Data RepublikaBACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Menurutbanyak literatur Hadis: Tabi'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena Tabi'in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah. Oleh Ahmad Yusuf Abdurrohman “FAQSHUSHIL qashasa, la’allahum yatafakkarun. Maka, kisahkanlah kisah umat-umat terdahulu mudah-mudahan mereka berfikir.” [1] Itulah ayat pembuka yang sering dibacakan oleh khatib Jum’at kami saat memulai khutbahnya. Intinya, bacalah kisah-kisah tentang para umat yang mendahului kita. Agar kita senantiasa mengambil pelajaran darinya. Jika dalam kisah itu ada kebaikan, hendaklah kita meneladaninya serta mengamalkan seperti apa yang mereka amalkan. Namun, jika di dalamnya ada keburukan maka sudah selayaknya kita memohon pertolongan Allah agar dijauhkan dari perbuatan tersebut. Karena, orang yang baik adalah orang yang tak mau terjatuh dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Maka, marilah kita kembali membuka lembaran sejarah. Membaca kembali kisah kehidupan generasi terbaik ummat ini. Generasi yang disebutkan oleh Rasulullaj dalam sabdanya; “Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka generasi berikutnya, lalu orang-orang yang setelah mereka .” [2] Marilah kita coba membuka lembaran sejarah di tahun pertama hijrahnya umat Islam dari makkah ke Madinah. Di mana ukhuwah ummat ini dimulai. Adalah keinginan Rasulullah saat itu mempersatukan dan memperkuat ikatan ukhuwah ummat ini. Maka dari itu, setelah membangun masjid sebagai poros utama kegiatan Islam dimulailah apa yang dinamakan taakhi’. Jika dilihat dari maknanya, memang benar menjadikan saudara. Dimulailah kisah agung itu, dengan sebuah kisah menakjubkan yang seakan sulit lekang dari ingatan kita. Bagaimana kisah Abdurrahman bin Auf, seorang yang kaya dengan perniagaannya di Makkah. Dan karena cintanya pada Islam, ditinggalkanlah semua yang dimilikinya demi melaksanakan perintah Allah. Hingga hadirlah Sahabat Nabi yang mulia ini tak memiliki apapun ketika sampai di Madinah. Adalah Saad Bin Rabi’ Al Anshari, seorang Ansar yang tergolong kaya di antara penduduk Madinah saat itu. Dialah orang Anshar yang dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Abdurrahman bin Auf. Dia memiliki dua orang istri, dan beberapa harta yang sekiranya dibagi menjadi dua bagian pastilah terbagi rata. Cobalah dengar apa yang diucapkannya saat itu. “Saudaraku, aku memiliki dua orang istri. Maka pilihlah salah satunya, kemudian nikahilah ia. Dan aku juga memiliki sejumlah harta yang akan aku bagi dua denganmu. Terimalah …” Itulah ukhuwah yang diajarkan oleh Sahabat-Sahabat Rasulullah yang mulia. Pernahkah kita membayangkan ada orang yang rela memberikan segala yang dimilikinya untuk diberikan kepada saudara seimannya? Inilah contoh persaudaraan hakiki yang pelu kita contoh dalam kehidupan saat ini. Namun, dengar pula bagaimana Sahabat mulia itu menjawab tawarannya. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini.” Sa’ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar Madinah. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Saya ingin menikah, Wahai Rasulullah,” katanya. “Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya Rasul SAW. “Emas seberat biji kurma,” jawabnya. Rasulullah bersabda, “Laksanakanlah walimah, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu. [3] Itulah salah satu dari banyaknya kisah tentang ukhuwah yang harus kita teladani. Bacalah kisah-kisah kehidupan, agar dirimu bisa lebih baik menapaki jalanan kehidupan ini. *** Referensi [1] Quran, Surat Al A’raf ayat 176 [2] Shahih Al-Bukhari, no. 3650 [3] Diringkas dari berbagai sumber

ukhuwahislamiyah Ukhuwah adalah karunia Ilahi yg dituangkan Allah dalam hati2 hamba2Nya yang ikhlas dan bertakwa. Ukhuwah terjalin karena perasaan cinta yang dilandasi iman dan takwa. Sekalipun ada cinta, jika tak ada dasar iman dan takwa, persaudaraan sulit terwujud dan lebih banyak kemungkinan unk saling bertolak belakang. Untungnya Berukhuwah

loading...Ada hikmah luar biasa dari dialog sahabat Rasulullah, Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib ketika berkunjung ke rumah Nabi SAW. Akhlak dan ketawadhuan mereka, merupakan akhlak terbaik di era keemasan Islam. Foto istimewa Pada zaman Nabi Shallallahu aliahi wa sallam dan sahabat, terkenal dengan sebutan generasi emas atau zaman keemasan umat islam. Bukan zamannya yang emas, tetapi orang-orangnyalah yang mempunyai akhlak emas dan berhati emas. Mereka mendapat bimbingan langsung dari Al Qur'an dan mereka mengimaninya dengan yakin. Akhlak dan sikap tawadhu mereka sangat terkenal, seperti contoh dalam kisah berikut ini. Baca Juga Pada suatu hari, Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu 'anha ra dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah pergi berkunjung ke rumah Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam. Setibanya di depan pintu rumah Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam, satu sama lain saling mempersilahkan rekannya untuk masuk terlebih Abu Bakar "Engkau masuklah duluan, wahai Ali!" Baca Juga Sayyidina Ali "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Abu Bakar, sedang Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah bersabda tentangmu “Belum pernah matahari terbit atau terbenam atas seseorang sesudah para Nabi, lebih utama dari Abu Bakar.”Sayyidina Abu Bakar "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, wahai Ali, sedang Rasulullah juga pernah bersabda tentangmu “Aku telah menikahkan wanita terbaik kepada lelaki terbaik, aku nikahkan putriku Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib.” Baca Juga Sayyidina Ali "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Abu Bakar, sedang Nabi pernah bersabda “Kalau iman umat ini ditimbang dengan iman Abu Bakar, tentu akan berat timbangan iman Abu Bakar.”Sayyidina Abu Bakar "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, wahai Ali, sedang Rasulullah pernah bersabda tentangmu “Dikumpulkan Ali bin Abi Thalib di Mahsyar pada hari Kiamat kelak dengan berkendaraan bersama Fatimah, Hasan dan Husain, lalu orang-orang bertanya-tanya, “siapa gerangan orang tersebut itu?” Lalu ada yang menjawab, “ia bukan seorang Nabi, tetapi Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.” Baca Juga Sayyididna Ali "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, wahai Aba Bakar, sedang Rasulullah pernah bersabda tentang engkau “Kalau aku harus mempunyai kekasih selain dari Rabbku, tentu aku akan memilih Abu Bakar sebagai kekasihku.”Sayyidina Abu Bakar "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, wahai Ali, sedang Rasulullah pernah bersabda “Pada hari kiamat aku bersama Ali, lalu Allah berfirman kepadaku “Wahai kekasihku, aku telah pilihkan untukmu, Ibrahim al-Khalil sebagai ayah terbaikmu, dan Aku telah pilihkan untuk Ali sebagai saudara dan sahabat terbaikmu.” Baca Juga Sayyidina Ali "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Abu Bakar, sedang Allah Ta’ala pernah berfirman tentangmu “Dan orang yang datang membawa kebenaran dan orang yang membenarkannya, mereka itu adalah orang-orang yang bertaqwa QS. Az-Zumar 33Sayyidina Abu Bakar "Mana mungkin aku akan mendahuluimu, wahai Ali sedang Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah mengisyaratkan mu dalam firman-NYA Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari kerelaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” QS. Al-Baqarah 207" Baca Juga Lalu, seperti dinukil di Sirah Sahabat, pada waktu keduanya sedang asyik memperbincangkan keutamaan sahabatnya, Malaikat Jibril datang berkunjung kepada Rasulullah, seraya berkata “Ya Rasulullah, di luar sana ada Abu Bakar dan Ali hendak menemuimu. Pergilah, sambutlah keduanya!”Maka Rasulullah segera bangkit dari duduknya, menyambut mesra dan mempersilakan masuk kedua sahabatnya yang mulia. Beliau Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam menempatkan Abu Bakar di sebelah kanannya dan Ali di sebelah kirinya, seraya berkata kepada mereka, “Demikianlah kami kelak dibangkitkan di hari Kiamat.” Baca Juga Wallahu'alam wid
BahkanRasulullah menggambarkan ukhuwah Islamiah sesama muslim itu bagaikan satu tubuh. Rasul saw bersabda: "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, kelembutan mereka seperti satu badan. Jika salah satu anggota badan sakit, maka anggota badan lainnya juga ikut merasakan sakit." (HR. Bukhari dan Muslim).
Tekanan dari orang-orang musyrik semakin garang seiring keberhasilan dakwah Rasulullah saw di Makkah. Pada puncaknya, Allah swt mengizinkan Rasulullah bersama seluruh umat Muslim di Makkah untuk migrasi hijrah ke Yatsrib Madinah. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari kekerasan musuh yang sudah di luar batas, selain untuk membentuk ekosistem dakwah baru yang lebih mendukung. Persiapan hijrah Sebelum melakukan hijrah ke Yatsrib, Rasulullah sudah menyiapkan banyak hal, termasuk melakukan konsolidasi basis kekuatan Muslim di kota tujuan. Jauh hari sebelum hijrah, Rasulullah sudah mengislamkan beberapa penduduk Yatsrib. Pertama, pada tahun kesebelas dari nubuwah atau tepat saat musim haji, sebanyak enam orang Yatsrib memeluk Islam. Kembali ke Yatsrib, keenam orang itu turut mengajak penduduk setempat untuk memeluk agama Islam. Usaha mereka membuahkan hasil. Pada musim haji berikutnya, dua belas orang datang ke Makkah untuk berjuma Rasulullah. Setelah menemui Rasulullah di Mina, mereka melakukan baiat. Inilah yang dinamakan Baiat Aqabah Pertama. Seperti yang dilakukan enam orang sebelumnya, sekembali di Yatsrib dua belas orang itu mengajak penduduk setempat untuk memeluk Islam. Usaha mereka juga berhasil, bahkan lebih banyak menggalang masyarakat untuk mengikuti ajaran Rasulullah. Terbukti, pada musim haji tahun ke-13 dari nubuwah atau tepat pada bulan Juni 622 M, sebanyak 70 Muslim dari Yatsrib bersambang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Kedatangan mereka tidak hanya untuk haji, tetapi juga untuk berjumpa Rasulullah saw dan melaksanakan baiat. Ringkas hikayat, mereka bertemu Rasulullah meski dengan cara sembunyi-sembunyi. Peristiwa ini kemudian dinamakan sebagai Baiat Aqabah Kedua atau Baiat Aqabah Kubra. Safyurrahman al-Mubarakfuri, Raḫîqul Makhtûm, [Riyadh Muntada ats-Tsaqafah, 2013], h. 133-141 Memulai hijrah Semenjak peristiwa baiat aqabah kubra, Rasulullah dinilai telah berhasil memancangkan fondasi kokoh yang tidak hanya dilakukan di Makkah, tetapi juga di Yatsrib. Sejak saat itu pula, Allah mulai mengizinkan orang-orang Muslim untuk melakukan hijrah ke Yatsrib guna menghindari tekanan-tekanan orang musyrik sekaligus membangun ekosistem baru yang lebih menjanjikan untuk membesarkan Islam. Kendati begitu, keputusan hijrah memiliki konsekuensi sangat besar. Selain harus meninggalkan semua aset kekayaan Muslim di Makkah, juga harus bersiap-siap menerima respons berbahaya dan cukup berisiko dari kaum musyrik. Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam Raḫîqul Makhtûm menjelaskan ولم يكن معنى الهجرة إلا إهدار المصالح، والتضحية بالأموال، والنجاة بالشخص فحسب، مع الإشعار بأنه مستباح منهوب، قد يهلك في أوائل الطريق أو نهايتها، وبأنه يسير نحو مستقبل مبهم، لا يدري ما يتمخض عنه من قلاقل وأحزان. Artinya “Hijrah ini bukan sebatas untuk mengabaikan kepentingan, mengorbankan harta benda, dan menyelamatkan nyawa pribadi, setelah hak-hak mereka banyak yang dirampas, akan tetapi mereka juga harus siap jika harus binasa di awal hijrah atau pada akhirnya. Hijrah ini juga menggambarkan masa depan yang belum jelas, mereka tidak tahu duka lara apa saja yang kelak menimpa setelah itu. Safyurrahman al-Mubarakfuri, h. 142 Parlemen Darun Nadwah Benar saja, setelah Rasulullah berhasil menghijrahkan para sahabat ke Yatsrib, kaum musyrik naik pitam bukan kepalang. Peristiwa hijrah ini telah berhasil membuat orang musyrik merasa khawatir. Sebab, dengan langkah ini berarti kelompok Muslim sudah semakin militan, belum lagi Yatsrib yang digunakan sebagai lokasi hijrah adalah tempat yang sangat strategis, termasuk dalam segi ekonomi karena menjadi jalur kafilah dagang yang melewati pesisir Laut Merah menuju ke Syam. Safyurrahman al-Mubarakfuri, h. 142 Penting dicatat, saat itu seluruh orang Muslim sudah berhasil hijrah ke Madinah, kecuali beberapa yang berhasil ditahan oleh orang musyrik. Posisi Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali juga masih di Makkah, menunggu restu dari Allah untuk turut hijrah. Abdussalam Harun, Tahdzibus Sîrah Ibni Hisyâm, [Bairut Muassasah ar-Risalah, 1985], h. 110 Pada hari Kamis 26 Shafar tahun 14 dari nubuwah, atau bertepatan 12 September 622 M kira-kira dua bulan setelah peristiwa Baiat Aqabah Kubra, kaum musyrik mengadakan pertemuan anggota Parlemen Makkah di Darun Nadwah yang dihadiri oleh tokoh-tokoh perwakilan setiap kabilah dari suku Quraisy. Berikut adalah nama tokoh-tokoh tersebut 1. Abu Jahal bin Hisyam dari kabilah Bani Makhzum 2. Jubair bin Muth’im dan Thu’aimah bin Adi serta Al-Harits bin Amir dari Bani Naufal bin Abdi Manaf. 3. Syaiban bin Utbah, anak Rabi’ah serta Abu Sufyan bin Harb dari Bani Abdi Syams bin Abdi Manaf. 4. An-Nadhr bin Al-Harits dari Bani Abdid-Dar, yatu orang yang pernah menimpukkan isi perut hewan yang sudah disembelih kepada Nabi Muhammad. 5. Abul Bakhtari bin Hisyam, Zam’ah bin Al-Aswad dan Hakim bin Hizam dari Bani Asad bin Abdul Uzza. 6. Nubih dan Munabbih, anak Al-Hajjaj dari Bani Sahm. 7. Umayyah bin Khalaf dari Bani Jumah. Hasil pertemuan itu memutuskan agar masing-masing drai kabilah menunjuk seorang pemuda yang gagah perkasa, berdarah bangsawan, dan mampu menjadi penengah. Setelah pemuda-pemuda tersebut berhasil membunuh Muhammad, maka Bani Abdi Manaf pendukung Muhammad tidak akan sanggup melawan karena jika melawan maka sama saja Bani Abdi Manaf harus melawan semua kabilah. Tibalah waktunya orang musyrik untuk menghabisi Rasulullah. Malam hari tepat biasa Rasulullah sudah tertidur di ranjangnya, mereka sudah mengepung dan siap untuk menikam di tempat tidurnya. Sayang sekali, atas bisikan Jibril, Rasulullah sudah mengetahui rencana busuk ini. Begitu detik-detik menjelang penikaman, Ali sudah berada di ranjang menggantikan Rasulullah dengan ditutup selimut. Aksi kaum musyrik pun gagal. Sementara Rasulullah sendiri berhasil menyelinap kabur dengan mengelabuhi pandangan musuh dengan menaburi debu ke kepada mereka sambil membaca ayat Al-Qur’an وَجَعَلۡنَا مِنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ سَدّٗا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدّٗا فَأَغۡشَيۡنَٰهُمۡ فَهُمۡ لَا يُبۡصِرُونَ Artinya “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding pula, dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” QS. Yasin [36] 9 Safyurrahman al-Mubarakfuri, h. 142-147 Penulis Muhamad Abror Editor Fathoni Ahmad Danjanganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.. . [al-Baqarah/2:267] Dan contoh yang anda tanyakan: Jika seseorang harus mengeluarkan zakat sebanyak sepuluh ribu riyal, dan ia menagih hutang kepada seseorang yang fakir Perbedaan suku, ras, bangsa, bahkan agama di Yatsrib tidak menjadi penghalang bagi Nabi Muhammad untuk membangun sebuah negara yang bersatu dan berdaulat, tapi justru menjadi kesempatan baginya dalam mempersatukan umat yang bahkan sempat terjebak dalam konflik saudara selama puluhan tahun. Inilah negara yang kemudian dikenal dengan Madinah. Bangsa yang bersatu di tengah kemajemukan rakyatnya ini mampu berdiri kokoh dengan semangat persaudaraan bangsa tanah airnya. Bagaimana kisahnya? Simak selengkapnya. Aus dan Khazraj Sebelum Rasulullah dan umat Muslim hijrah ke Madinah dan mendirikan negara baru di sana, terlebih dahulu Rasul membuat pribumi Yatsrib nama sebelum Madinah beriman. Dengan begitu, jika nanti sudah tiba saatnya hijrah, umat Muslim Makkah mendapat sambutan baik dari penduduk setempat. Salah satu upaya yang Nabi lakukan adalah mendamaikan suku Aus dan Khazraj yang terjebak dalam konflik saudara selama puluhan tahun. Hingga sekali waktu pada 620 M, enam orang dari suku Khazraj datang ke Makkah untuk menemui Rasulullah. Kedatangan mereka karena mendengar kabar bahwa pada tahun ini akan diutus nabi akhir zaman di Makkah. Setelah berhasil menemui Rasul, mereka akhirnya menyatakan masuk Islam. Selain karena percaya pada ajaran Nabi, harapan mereka Rasul bisa menyelesaikan konflik suku yang sudah cukup melelahkan. Safyurrahman al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum, 2013 126-127 Enam orang ini adalah As’ad bin Zurarah dari Bani Bajjar, Auf bin al-Harits dari Bani Najjar, Rafi’ bin Malik dari Bani Zuraiq, Quthbah bin Amir dari Bani Salamah, Uqbah bin Amir dari Bani Ubai bin Ka’ab, dan Jabir bin Abdullah dari Bani Ubaid bin Ghanm. Sekembalinya ke Yatsrib mereka turut menyebarkan agama Islam dan berhasil mengajak sejumlah penduduk. Upaya enam orang ini membuahkan hasil. Pada tahun ke-11 kenabian, datang 11 penduduk Yatsrib ke Makkah untuk menemui Rasulullah dan berbai’at untuk masuk Islam. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Bai’at Aqabah Pertama. Seperti kelompok pertama dulu, sepulangnya ke kampung halaman mereka turut menyebarkan Islam. Selain itu Nabi juga secara khusus mengutus Mush’ab bin Umair ke sana sebagai duta yang ditugasi mengajarkan syari’at Islam. Safyurrahman al-Mubarakfuri 133-134 Dua tahun berikutnya atau bertepatan tahun ke-11 dari kenabian, datang 70 penduduk Yatsirb ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus berbai’at kepada Rasulullah. Ini menunjukkan agama Islam berkembang pesat di Yatsrib sebelum Nabi dan umat Muslim hijrah. Kini Nabi tidak hanya berhasil merukunkan Aus dan Khazraj, tetapi juga membuat mereka memeluk Islam. Mereka inilah yang kelak disebut dengan Kaum Anshar. Safyurrahman al-Mubarakfuri 136 Muhajirin dan Anshar Setelah berhasil menebar benih-benih komunitas Muslim di Yatsrib, seiring dengan penindasan kaum Quraisy Makkah terhadap umat Muslim yang semakin menjadi-jadi, Nabi Muhammad bersama umatnya hijrah ke negara yang kelak dinamainya Madinah pada 622 M. Ada yang menarik pada peristiwa ini, yaitu Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin sebagai pendatang dan kaum Anshar sebagai pribumi. Nabi menyadari para Muhajirin migrasi ke negara baru tidak membawa apa-apa. Semua harta tidak bisa mereka bawa. Sebagai solusinya, Nabi mempersaudarakan mereka dengan Muslim pribumi. Keputusan ini disambut baik oleh kedua belah pihak, bahkan kaum Anshar rela membagi separuh hartanya untuk saudara baru mereka. Padahal, secara ekonomi kaum pribumi juga sedang tidak membaik. Keimanan dan semangat persatuan dalam jiwa merekalah yang telah berhasil menyatukan. Allah swt mengapresiasi peristiwa ini dalam beberapa firman-Nya, salah satunya adalah ayat AL-Qur’an yang menjelaskan Muhajirin dan Anshar dijamin masuk surga berikut فَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَاُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاُوْذُوْا فِيْ سَبِيْلِيْ وَقٰتَلُوْا وَقُتِلُوْا لَاُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَلَاُدْخِلَنَّهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ ثَوَابًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الثَّوَابِ Artinya, “Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.” QS. Ali Imran [3] 195 Raghib as-Sirjani, As-Sirah an-Nabawiyah, tanpa tahun juz 5, h. 16 Muslim dan Yahudi Madinah Ternyata Yatsrib tidak saja terdiri dari rakyat yang multi suku, ras, dan budaya saja, tetapi juga umat agama lain yaitu kaum musyrik Yahudi. Hidup bertetangga antarumat beragama -belum lagi Yahudi menyimpan dendam terhadap umat Muslim- sangat mungkin terjadi konflik jika tidak ada tindakan dari negara. Sebab itu, Nabi kemudian membuat perjanjian untuk mewanti-wanti hal itu dalam sebuah dokumen negara yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Di antara isi butir-butir perjanjian itu adalah agar kedua belah pihak Muslim dan Yahudi saling melindungi, menyatakan musuh bersama kepada siapa saja yang bermaksud menyerang Madinah, dan siapapun yang melanggar perjanjian ini berarti telah berbuat zalim. Safyurrahman al-Mubarakfuri 127 Dari kisah Rasulullah membangun negara Madinah dapat diambil hikmah bahwa perbedaan bukan menjadi penghalang untuk menciptakan kerukunan, tetapi justru peluang untuk mewujUdkan persatuan. Wallahu a’lam. Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta

Dalamkonteks sosial-politik, Umat Muslim cenderung dicitrakan sulit bersatu. Sejarah umat ini sering dicatat berada dalam pusaran konflik berkepanjangan, karena perpecahan. Peristiwa 212 mencerminkan adanya spirit Ukhuwah Islamiah. Besarnya jumlah massa yang datang dari berbagai latar belakang tak membuat suasana aksi kacau.

Jakarta - Perjuangan menegakkan Islam setelah Nabi Muhammad SAW dilanjutkan oleh para sahabat nabi. Upaya mereka tidak dapat dinilai dengan apapun, termasuk membayarnya dengan emas sebesar Gunung Uhud sekalipun. Kisah kepemimpinan mereka hingga kini masih ramai jadi pedoman dalam menjalankan kewajiban sebagai adalah kisah singkat para sahabat nabi yang berjuang menegakkan agama yang diridhoi Allah Subhanahu Wataála. Mulai dari Abu Bakar As-Siddiq, Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi pertama adalah Abu Bakar, Ia mertua Rasul, ayah dari istrinya Aisyah. Sebelum jadi muslim, nama Abu Bakar adalah Abdul Ka’bah, artinya hamba ka’bah. Setelah muallaf diubah jadi Abdullah, artinya hamba Allah. Abu juga digelari Rasul dengan As-Siddiq berarti yang berkata benar. Bukan tanpa alasan Rasul mendaulatnya jadi penerus tonggak dakwahnya. Keutamaan Abu adalah tidak ragu saat Rasul mengajaknya masuk Islam. Saat pengucapan syahadat pun Beliau tidak kepemimpinannya, Abu memulai misi dengan menyerukan agama Allah kepada generasi pertama islam yakni As-Sabiqul Awwalun. Dalam dakwahnya ia sangat sabar dan yang berhasil diajaknya masuk islam adalah Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Abu menuntun mereka menemui Rasul untuk belajar Islam hingga mereka sebentar Abu pegang kendali pemerintahan islam. Sebelum kembali kepada Allah, Abu harus menentukan penggantinya. Ia pun meminta Abdurrahman bin Auf menemuinya. Ia tanyakan apakah Umar Bin Khattab bisa menggantikannya. Abdurrahman setuju, menurutnya Umar sangat tepat. Tapi Abdurrahman mengeluhkan sikap Umar yang terlalu keras. Lalu Abu menjawab, “Ia keras karena melihatku lunak, kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak.”Baca Sahabat Nabi Menegakkan Islam Bukan Dengan PedangSenin, 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah, Abu wafat. Ia sempat menulis wasiat yang isinya sebgai berikut, “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin, dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian adalah Umar bin Khatab.”Selanjutnya Umar melanjutkan tampuk kepemimpinan Abu. Umar dikenal dengan keteguhan prinsip, ketegasan, keadilan, dan keberanian sebagai pemimpin, sehingga Umar dianggap sebagai pemimpin ideal kaum Muslim. Begitupun keberadaannya di masyarakat sangat disegani serta dihargai karena sikapnya yang sangat berani menegakkan kebenaran dan hak-hak jadi seorang muslim, Umar sangat memusuhi Islam dengan gencar menghalangi dakwah Nabi Muhammad SAW, bahkan sampai berniat untuk membunuhnya, tak terkecuali para pengikutnya. Hingga satu waktu, terketuklah hati Umar untuk berhenti mengganggu dakwah Nabi Muhammad SAW, lantas Ia pun memeluk agama Umar bin Khattab mendatangkan pengaruh besar bagi penduduk Makkah. Beliau hadir jadi salah satu penguat dan semangat perjuangan pergerakan Islam bersama Nabi Muhammad Rasul yang melanjutkan perjuangan Umar ialah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf al Umawy al Qurasy. Pada masa jahiliyyah, Utsman dikenal dengan nama Abu Abdillah. Utsman berasal dari Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin adalah seorang pedagang kain yang sukses. Ia dikenal sebagai ahli ekonomi, dan banyak memiliki hewan ternak. Baiknya, Utsman sangat dermawan dan punya rasa peduli yang pernah membiayai pasukan perang. Setelahnya pun saat kaum muslimin hijrah dan kesulitan mendapatkan air, Utsman membeli sumur seorang Yahudi untuk selanjutnya dipakai kaum masa kepemimpinannya pula penulisan Alqurán dijadikan bentuk mushaf. Awalnya hanya lembaran-lembaran yang mulai ditulis dijaman pemerintahan Khalifah Abu terakhir adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Seorang pemuda pertama dari kalangan Quraisy yang berani masuk Islam. Ali adalah menantu Rasul, karena Ia menikahi Fatimah, putri Rasul. Kehidupan pernikahannya terbilang sangat kepemimpinan Ali adalah hasil pembaiatan oleh masyarakat Arab setelah wafatnya Utsman bin Affan. Cara memimpin Ali mirip dengan Umar bin Khattab. Cenderung keras dan penuh disiplin. Masa pemerintahannya sejak tahun 656 M hingga 661 M. Banyak misi besar yang berhasil dilakukan Ali. salah satunya menghapus nepotisme serta memperluas pengaruh islam ke seluruh 20 Ramadan 40 Hijriyah, menantu Rasulullah, yang juga sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib mengembuskan napas terakhir , usianya menginjak 63 tahun. Ia tutup usia karena dibunuh Abdurrahman Bin Muljam, seorang anggota dari Khawarijmi atau kaum pembangkang pada 19 ADAWIYAH NASUTION

qmKBS.
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/72
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/81
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/296
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/207
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/180
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/349
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/115
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/37
  • gbuwsuw8bg.pages.dev/207
  • kisah sahabat nabi yang menggambarkan ukhuwah islamiah